Usbu' Ruuhii....

Assalamu'alaikum.. wr.. wb..

i'lanat (pengumuman) Rajab:

1.usbu ruhi 15 sampai 21 juni (shoum/puasa ayyamul bidh) rabu sampai jum'at..

2.Mabit (Malam Bina iman dan taqwa)/bermalam untuk ikhwan (laki-laki) se-kota palembang; hari sabtu malam ahad (18 juni 2011) di masjid taqwa..

Ayo ikuti dan sukseskan dengan mengajak orang lain sebanyak-banyaknya..
jazakallah..

MANTAPKAN RUHIYAH, RAIH KEMENANGAN DAKWAH!

6/15/2011 | Posted in , , | Read More »

BANGKIT, TUNTASKAN AGENDA PERUBAHAN!


Syamsudin Kadir
Ruang gerakan dakwah dari waktu ke waktu membentang semakin lebar. Ibarat bendera, kibarannya bergerak semakin kencang. Jelas kita berhadapan dengan dua kenyataan: semakin luas perkembangan semakin luas fitnah dan tantangan. Kita bisa menetapkan dua peran dalam hal ini, menjadi pengamat yang suka berkomentar atau pelaku yang produktif memberikan kontribusi.
Pertanyaan paling tepat bagi aktivis dakwah terhadap kondisi yang dihadapi saat ini bukanlah “siapakah yang telah berprestasi sehingga gerakan dakwah berkembang hari ini?”, melainkan, “siapakah yang bertanggung jawab atas perkembangan dakwah saat ini dan di masa depan?”. Dua pertanyaan tersebut menggambarkan persepsi kita dalam memandang diri. Ketika gerakan dakwah ini kita pandang sebagai kebutuhan, maka sepesat apapun perkembangan yang dicapai tidak membuat kita menuntut ‘penghargaan’. Karena yang mesti kita adalah fokuskan adalah bagaimana beramal menjawab tuntutan atas perkembangan tersebut.
Mari petakan diri, berada pada persepsi seperti apakah diri kita? Inilah saatnya kita diuji dalam memaknai pemahaman amal jama’i, ya kerja kolektif kita. Kenyataan menyuguhkan bahwa agenda gerakan dakwah dari waktu ke waktu berkembang berkali lipat. Akan tetapi faktor manusiawi seringkali menjadi jalan masuk syetan melemahkan kita. Ter­utama saat kita melihat aktivis berubah gaya dan penampilan karena amanah barunya. Kita kemudian mem­bangun pamrih dengan menghitung prestasi.
Untuk siapapun yang masih terjebak dalam kungkungan fitnah itu, berhenti­lah dari kungkungan itu, inilah saatnya membuk­tikan semua komitmen dan pemahaman. Ingatlah, semakin tinggi ke­dudukan, semakin kencang angin menerpa. Sadarilah bahwa dalam perkembangan dakwah saat ini, semua level mengalami tekanan ‘angin’ yang sama kualitasnya, dalam bentuknya masing-masing”. Jangan pernah berhitung secara matematis terhadap amanah yang Allah tetapkan buat kita. Komentar,“antum sih enak, setidaknya amanah antum seka­ligus menyelesaikan masalah keluarga antum. Lha ana gimana…” bukanlah komentar yang tepat. Kita harus menyegarkan pemahaman kita tentang tanggung jawab amal. Tidak ada amanah yang enak dan tidak enak. Amanah datang untuk kita tunaikan. Sebagai apapun kita dalam gerakan dakwah ini, pada semua bagian ruangnya terdapat fitnah dan ujiannya masing-masing.
Kita tentu masih mengingat pernyataan sejati khalifah Rasulullah saw, Abu Bakar ra., ketika upacara pelantik­annya, “Ketahuilah, aku bu­kanlah orang terbaik di antara kamu, akan tetapi aku hanyalah seorang laki-laki seperti kamu, namun Allah menjadikan aku sebagai orang yang  paling berat bebannya di antara kamu.”
Perasaan ini adalah pera­saan yang hanya dimiliki oleh ‘jiwa-jiwa yang bersatu’. Ketika keistimewaan-keistimewaan amanah yang semu itu sudah tidak ada lagi, lalu digantikan oleh sifat tawadhu dan per­saudaraan (ukhuwah), maka tidak ada yang tersisa dari arti kepemimpinan kecuali tinggal bebannya yang berat. Lalu apa bedanya jenis amanah tersebut di hadapan Allah dengan apa yang saat ini menjadi tanggung jawab kita?
Ini adalah gambaran yang seharusnya membuat kita banyak merenung, tidak menambah daftar pertanggung­jawaban di hadapan Allah. Karena semakin tinggi level amanah yang kita emban, hanya akan menyisakan beban yang juga semakin berat. Jika kita bisa komitmen dengan lapang dada dan melihat saudara-saudara kita dengan perasaan cinta karena beratnya beban tersebut, maka ge­rakan dakwah ini tidak akan terbatasi oleh semua jenis penghalangan.
Tuntutan untuk mengambil peran nyata dalam gerakan dakwah adalah sebuah kemutlakan. Perputaran gerakan dakwah dengan segenap perkembangannya menyisakan tanggung jawab yang tidak ringan. Jika kita pernah mendengar atau mangga­ungkan jargon, “beralih dari medan kata-kata kepada medan amal’, maka sekaranglah saat­nya. Inilah masa aqad perda­gangan dengan Allah diikrarkan. Siapakah di antara kita yang akan menjawab seruan Allah,
“…..Maukah engkau Aku tunjukkan kepada perdagangan yang akan menyelamatkan kalian dari azab yang pedih” (Qs. as-Shof:10).
Siapakah di antara kita yang bersungguh-­sungguh menggolongkan dirinya ke dalam jaminan Allah,
“Se­sungguhnya Allah membeli diri dan harta sebagian dari golongan orang-orang yang beriman dengan bayaran surga…….” (Qs. at-Taubah: 111)?
Kita sudah lama mendis­kusikan mengenai banyak tema dan agenda gerakan dakwah ini. Kini tiba saatnya kita meng­amalkan semua pemahaman tersebut. Kini, setiap detik yang kita miliki adalah masa menerapkan semua konsep gerakan yang telah lama kita sistematiskan. Kini di hadapan kita ada hamparan ruang amal yang sangat luas. Hamparan amal tersebut membutuhkan peran kita semua. Ia membutuhkan sentuhan wama dan rasa yang kental dengan nuanasa penghambaan. Kinilah saatnya masuk ke dalam fase lanjut, tentu tanpa melupakan agenda fase sebelum-sebelumnya. Ini semua kita lakukan bukan saja karena kita menjadi bagian dari gerakan dakwah Islam ini, tapi juga sebagai rasa syukur kepada Allah SWT; karena ternyata Ia masih mem­beri kita kesempatan untuk hadir dalam jaman kemudahan ini. Untuk itu, kita mesti menebus kesyukuran tersebut dengan berpacu dalam amal gerakan dakwah secara tuntas.
Saat ini mari meneropong bagian-bagian yang kemarin telah habis-habisan kita gunakan dalam ekspansi gerakan. Bagian­-bagian tersebutlah yang perlu mendapatkan perhatian kreatif dari semua yang mengaku aktivis gerakan dakwah, baik secara perorangan maupun secara kolektif. Dalam pemaparan awal sudah digambarkan tentang ‘kecemburuan’ yang terjadi di kalangan aktivis dakwah. Persepsi yang salah terhadap amanah lahir dari pergeseran orientasi hidup (ittijah) kepada materi atau urusan-urusan duniawi. Ini berdampak pada melemahnya keyakinan akan rezki Allah. Sebagaimana kita ketahui, sepuluh tahun terakhir, semua potensi kita kerahkan untuk meretas jalan gerakan, bahkan juga mulai ekspansi: sebuah penyikapan turunan sebagai gerakan amal. Sampai-sampai ‘over load’, kemudian perlahan muncul dampak melemahnya ittijah(orientasi hidup). Akibatnya keterikatan terhadap agenda gerakan melemah karena sebagian aktivis disibuk­kan urusan ma’isyah (mata pencarihan).
Pergerakan yang intens menuntut penggunaan energi yang tidak sedikit. Aktivis dakwah terlihat berkibar di mana-mana, akan tetapi satu fenomena umum yang menyer­tainya adalah melemahnya amaliah ubudiyah yaumiyah (amal-amal ibadah harian). Banyak aktivis yang kemudian menyelesaikan amal ibadah hariannya pada level yang pas-pasan. Agenda-agenda peningkatan ruhiyah yang disediakan sebagai backup tidak populer di mata para aktivis, selain energi yang ada memang sudah terserap habis. Akhirnya semangat pencapaian muwashafat (target kualitas), seperti yang pernah bergaung keras, mengalami penurunan. Lalu, apalagi yang membuat kita bertahan menghadapi fitnah dan mihnah jika ibadah kita menjadi hal yang harus dikoreksi?
Satu gambaran yang juga laten dalam gerakan ini adalah cara pandang terhadap pembinaan diri. Di beberapa tempat, akti­vitas yang menuntut waktu dan perhatian seringkali mengalah­kan agenda-agenda pembinaan diri. Ada yang izin pertemuan karena amanah di tempat tertentu. Ada yang terlantar karena pembina dan pengelolanya sibuk dengan agendanya masing-masing. Dan semua ini menyebabkan banyak aktivis karbitan. Profil dan style kader sudah sedemikian rapuhnya, akan tetapi lemah dalam penguasaanmanhaj gerakan. Inilah kelemahan substansial bagi aktivis. Dampaknya mengancam kelangsungan proses membina dan dibina. Kelemahan-kelemahan tersebut bahkan membuat sebagian aktivis tidak berani menjadi pengelola dan pembina generasi penerusnya. Bahkan bisa menghasilkan perasaan minder yang membuat aktivis madek dalam mengikuti agenda pengkaderan. Fenomena terakhir ini mudah-mudahan sekedar rumor, akibat fatalnya ada kader yang meminta turun jenjang.
Kita juga harus menyikapi pergeseran dalam adab-adab berpakaian dan berbicara aktivis. Perluasan ruang gerakan dakwah berdampak langsung terhadap kulturasi dan infiltrasi nilai dan budaya. Ragam style masuk dan berhimpun dalam ruang gerakan hampir dari semua lapisan. Maka kualitas khuluqiyah menjadi target utama yang harus dipe­lihara. Kasus-kasus di lapangan pada gaya dan prilaku aktivis menjadi agenda yang menuntut penyikapan. Problem lama tentang pencairan hubungan aktivis (ikhwan-akhwat), saat ini seolah menemukan momentum untuk semakin menyeruak. Bahkan ada kesan melemahnya sikap menghormati dan menghargai qiyadah. Hal ini mesti dievaluasi secara tuntas oleh setiap aktivis dakwah. Karena, jika ekspansi gerakan tidak mampu mempertahankan ‘ciri khas’ gerakannya, maka terlalu mahal biaya yang kita keluarkan.
Mudah-mudahan ini sekedar gambaran siklus normal, yang membutuhkan ‘istirahat seje­nak’ setelah ekspansi besar-besaran. Akan tetapi jika keadaan ini tidak segera disikapi, khawatir akan muncul aktivis yang kebablasan, bahkan bukan tidak mungkin akan ada aktivis yang minta cuti dari gerakan dakwah ini. Mudah-mudahan kita semua mampu melampaui itu semua, sebagai kenyataan yang tak perlu diulang, semoga!
Untuk Kita Renungkan
Kenyataan di depan mata cukup gamblang menggambar­kannya. Sudah tidak cukup lagi bagi kita meringankan permasalahan masyarakat dengan bahasa­-bahasa normatif. Ketika mereka mengalami masalah keluarga, bukan pernyataan sabar yang ingin didengar dari kita, melainkan apa bentuk konkrit yang bisa meringankan masalah tersebut.
Inilah tantangan gerakan yang harus dijawab. Bagi aktivis dakwah yang selalu kehabisan motovasi dan rentan kefuturan, bangkitlah! Inilah tanggung jawab yang menuntut banyak kreativitas dan kecerdasan. Inilah ruang kerja yang tidak pernah mengenal kata selesai. Lakukanlah apa yang bisa kita sumbangkan untuk mengisi ruang besar gerakan dakwah ini. Jangan pernah menganggap kecil, sekecil apapun sumbang­sih kita dalam dakwah ini. Sesunggunnya Allah SWT. tidak mengukur pada besar kecilnya amal, melainkan ikhlas dan sempurnanya kita menyele­saikannya.
Medan perjuangan adalah wilayah panjang tanpa akhir, kecuali berujung pada titik kemenangan atau kematian. Medan perjuangan adalah jalan penuh rintangan dan berhiaskan duri juga ujian. Arena panjang yang penuh ujian bukanlah tempat bagi para pencari pengalaman atau bahkan sekedar mengisi waktu luang. Di sini diperlukan para pejuang yang seluruh hidupnya demi agenda perjuangan. Karena kenyataannya, terkadang medan perjuangan dijadikan sebagai tempat mencari keuntungan, kepopuleran dan bahkan uang demi kelangsungan kehidupan. Semakin hari kemenangan perjuangan mulai tampak ke permukaan, segala perih perjuangan akan segera terbayarkan, di saat itulah banyak ujian kesenangan yang akan melalaikan para pejuang ’setengah hati’ seperti peristiwa Perang Uhud yang pada mulanya memperoleh kemenangan.
Saat ini kuncup kemenangan mulai mengembang, geliat gerakanpun mulai menampakkan taringnya. Namun, sesuatu yang terkadang membuat hati tak tenang adalah ketika ada yang terlenakan dengan dinamika kemenangan. Kalaulah yang dilupakan adalah masalah-masalah keduniawian itulah sebuah keharusan. Tapi pada realitanya terkadang kuantitas dan kualitas ibadahpun sudah menjadi agenda yang dilupakan. Semuanya dilakukan karena alasan: ’gerakan sudah tidak menghadapi tantangan yang membahayakan’. Mungkin saat ini strategi ’musuh’ telah pandai, mencuri pelajaran dari peristiwa Uhud yang boleh jadi sering dilupakan para pejuang. Boleh jadi mereka berhasil menghalau para pejuang kemenangan dengan menitipkan pemahaman baru: riya’ dan kesombongan.
Saat ini, kemenangan memang sudah menjadi kenyataan dan nampak dipermukaan bahkan di depan mata siapapun yang menganggapnya sebagai sebuah tantangan. Namun, jangan terlalu sering mengucapkan kemenangan selama masih banyak manusia yang jauh dengan pemilik dan yang memberikan kemenangan: Allah SWT. Karena cita-cita kita bukanlah bagaimana menikmati kekuasaan, tapi bagaimana nilai-nilai kalimat syahadat menjadi aqidah semua manusia, sehingga kita memperoleh ujung perjuangan, yaitu kesyahidan.
Penutup
“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”
Ya Allah, sesungguhnya Engkau tahu bahwa di tiap tepi waktu, terlampau banyak ajakan untuk meninggalkan jalan hidup Rasul-Mu. Dan di beberapa tepian waktu itu kami berharap tetap istiqomah. Ya Allah, kami mohon jaga harapan itu sampai akhir hayat kami. Karena tak sedikit yang kehilangan sekedar rasa ‘ingin’ untuk istiqomah. Ya Allah, kuatkankanlah barisan kami, umatmu! []
Sumber :
http://intimagazine.wordpress.com/2010/05/09/bangkit-tuntaskan-agenda-perubahan/

6/11/2011 | Posted in , , , | Read More »

KERJA KITA BELUM TUNTAS!


“Sungguh akan terurai ikatan (agama) Islam itu satu demi satu! Apabila terurai satu ikatan, orang-orang pun bergantung pada ikatan berikutnya. Ikatan yang pertama kali lepas ialah hukum, sedangkan yang terakhir kali lepas ialah shalat.” (HR. Ahmad).
Sabda Nabi saw diatas mengandung dua informasi.Pertama, informasi negatif tentang akan terjadinya degradasi pengamalan ajaran Islam.Kedua, informasi positif tentang karakteristik ajaran Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan, meliputi urusan dunia dan urusan akhirat. Urusan hukum dan urusan peribadahan.[1]
Dalam persfektif gerakan dakwah, dua informasi tersebut mengingatkan kita bahwa kerja gerakan dakwah dalam melakukan ishlah wa taghyir harus menyentuh seluruh aspek kehidupan. Gerakan dakwah berkewajiban terus bekerja dengan penuh kesabaran, menjalin kembali ikatan Islam yang telah terurai itu satu demi satu. Mulai dari ikatan shalat hingga ikatan hukum/pemerintahan.
Untuk itu diperlukan gerakan dakwah yang menyeluruh (dakwah syamilah). Maksudnya, gerakan dakwah harus mampu melakukan ta’biah al-afaqiyah (mobilitas horizontal) berupa gerakan kultural dan ta’biah al-amudiyah (mobilitas vertical) berupa gerakan structural. Ta’biah al-afaqiyah (mobilitas horizontal) adalah penyebaran kader dakwah ke berbagai kalangan dan lapisan masyarakat untuk menyiapkan masyarakat agar mereka menerima manhaj Islam serta produk kebijakan yang islami. Sedangkan ta’biah al-amudiyah (mobilitas vertical) adalah penyebaran kader dakwah ke berbagai lembaga yang menjadi mashadirul qarar (pusat-pusat kebijakan), agar mereka dapat menterjemahkan konsep dan nilai-nilai Islam ke dalam kebijakan publik.
Inilah khuthuth ‘aridhah (grand strategy) dakwah yang harus kita jalankan. Pekerjaan yang sangat berat memang. Namun kita yakin, keikhlasan dan kesungguhan kerja, akan mendatangkan ta’yid (dukungan) dan pertolongan Allah SWT.
“Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut, 29: 69).
Kerja Dakwah
Mobilitas secara horizontal dan vertical akan berjalan efektif dan mencapai target apabila didukung kerja dakwah yang prima:
Pertama, nasyrul hidayah, menyebarluaskan hidayah Allah SWT. Apakah secaraqoulan (lisan), amalan (amal)atau qudwatan (keteladanan). Sehingga benih-benih kebaikan dapat tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat.
Seorang muslim, wabil khusus aktivis gerakan Islam, harus menjadi teladan tentang nilai-nilai Islam dalam dirinya, yaitu saat bekerja, berbicara, makan, minum, akhlak dan tarbiyah, simpatik kepada orang lain, menjaga lisan dan jujur dalam berucap, tolong-menolong, dan sebagainya. Apabila ia melakukan semua itu karena Allah, ia akan menjadi pribadi yang bagaikan batu bata dalam membangun masyarakat Islam.
Sadarilah wahai para da’i, sesungguhnya masyarakat tidak akan berubah menjadi islami jika tidak mengenal hidayah Allah, dan bagaimanakah mereka dapat  mengenal hidayah Allah tanpa teladan dan bimbingan dari para ulama dan para da’i. Oleh karena itu, setiap kita harus mengambil peranan. Kita harus bekerjasama menciptakan situasi yang kondusif bagi tumbuhnya kultur keislaman di tengah masyarakat.
Para jurnalis harus berperan menjadi pelopor dalam melakukan kebaikan dan meluruskan pemikiran masyarakat melalui media informasi, misalnya melalui koran atau majalah yang mereka miliki. Media-media tersebut harus mengeluarkan masyarakat dari kebobrokan moral, lebih peduli pada pembinaan akhlak, dan berupaya membentuk opini umum.
Yayasan-yayasan kebajikan harus menjalankan perannya dalam membantu fakir miskin, menutupi kebutuhan orang-orang yang kekurangan, memberikan tunjangan untuk pelajar, dan menyebarkan sifat kedermawanan di tengah masyarakat.
Partai-partai politik harus menjaga kesatuan bangsa dan kehormatannya serta memperjuangkan kemerdekaan negeri dengan harta, jiwa, dan usaha.
Organisasi-organisasi keislaman dengan berbagai macam corak aktivitasnya harus berupaya mewarnai masyarakat dengan niali-nilai Islam yang universal.
Para menteri yang shalih harus melakukan perbaikan dalam departemen yang mereka tangani. Setiap muslim harus membela, melindungi, dan mempertahankan kebaikan dalam semua segi kehidupan di masyarakat.
Drama dan sinetron islami harus menjadi alternative di tengah-tengah gempuran film-film cabul, sinetron picisan, dan acara-acara televisi yang merusak lainnya.
Bank-bank Islam harus menyadarkan umat dari bahaya riba yang telah menjerumuskan mereka dalam ekonomi ribawi.
Para wakil rakyat dan anggota parlemen harus menjadi perisai dalam menjaga nilai-nilai moral.
Institusi pendidikan Islam harus mencetak dan membina para siswanya dengan menjadikan Islam sebagai prinsip.
Seluruh elemen masyarakat harus didorong untuk melakukan kebaikan dan menjauhkan diri dari keburukan serta melakukan islamisasi dalam kehidupan mereka. Dengan begitu akan terwujudlah masyarakat yang berwibawa.
Kedua, nasyrul fikrah, menyebarluaskan idealisme agar masyarakat memiliki semangat perjuangan dan dukungan kepada kehidupan yang lebih islami. Kegiatan ini dilakukan dengan mentarbiyah umat, mengingatkan masyarakat, mengubah opini umum, menyucikan jiwa, membersihkan ruhani, menyebarkan prinsip kebenaran, jihad, bekerja, dan menyebarkan nilai-nilai keutamaan di tengah umat manusia.
Diantara sarana yang dapat digunakan oleh para aktivis dakwah adalah: majelis ta’lim, seminar, ceramah, khutbah, kunjungan dakwah, dan lembaga kajian. Selain itu sangat baik jika gerakan Islam mampu  memunculkan media informasi (cetak/elektronik) yang dapat merebut opini umum untuk mendukung fikrah Islam.
Selain itu, aktivis Islam hendaknya tidak enggan melakukan nasyrul fikrah secara langsung kepada lingkungan terdekatnya. Bukankah di sekitar rumah kita ada masjid yang dapat mempertemukan kita sebanyak lima kali dalam sehari dengan tetangga-tetangga kita? Sudahkah kita menyampaikan kepada mereka apa yang seharusnya kita sampaikan?
Ada hal unik yang patut kita teladani dari para aktivis Partai Refah di Turki. Mereka memiliki petugas yang bertanggung jawab mengurusi setiap bagian jalan. Setiap petugas mengetahui dan mengenal betul seluruh yang ada di sekitar dan di sepanjang jalan tersebut. Setiap mereka menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah-rumah yang ada di sisi jalan yang menjadi tanggung jawabnya. Mereka mengucapkan rasa gembira pada saat bergembira dan memberikan ucapan bela sungkawa jika sedang ditimpa musibah. Dari sepanjang jalan inilah mereka menyampaikan fikrah dan sikap partai mereka. Pertanyaan buat kita: Apakah kita pernah berkunjung dan berbicara dengan tetangga kita di rumahnya? Sebenarnya pekerjaan ini sangat mudah untuk dilakukan bagi mereka yang mau mencobanya.
Islam adalah agama untuk semua manusia. Jika kita lalai menyampaikan informasi tentang keislaman, kita termasuk orang yang berdosa. Gerakan Islam yang hakiki adalah gerakan yang melakukan dakwah dan tabligh. Dengan mengajak itulah kita akan dapat membentuk opini umum pada masyarakat. Dengan cara seperti itu saja, kita akan dapat mewarnai masyarakat dengan warna Islam untuk menuju perubahan.
Ketiga, menggiatkan aktivitas amar bil ma’ruf dan nahyi ‘anil munkar, yakni berupaya melakukan konsolidasi, koordinasi, dan mobilisasi seluruh potensi positif konstruktif di tengah-tengah masyarakat agar memberikan kemaslahatan bagi umat, bangsa, negara, kemanusiaan, dakwah, dan lain sebagainya. Serta melakukan langkah-langkah minimalisasi atau mempersempit ruang gerak kemungkaran.
Jika dikaitkan dengan hadits di atas, yang mengilhami kita tentang visi dakwah syamilah, maka aktivitas dakwah dan amar ma’ruf nahyi munkar yang kita lakukan harus menyentuh seluruh aspek: (1) Aspek ibadah, mulai dari bagaimana mengajak shalat ke masjid, berpuasa, zakat, infaq, sedekah, haji, memberantas judi, miras, prostitusi, dan sebagainya. (2) Aspek keadilan, hukum, dan pemerintahan, mulai dari memberantas korupsi dan mafia peradilan, mengentaskan kemiskinan dan pengangguran, membela nasib buruh, tani, dan nelayan, menegakkan HAM, menegakkan pemusyawaratan dan pembangunan ekonomi umat, mengurangi diskriminasi di hadapan hukum, melestarikan lingkungan hidup, membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seterusnya.
عن أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: من رأى منكم منكرا فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان

Dari Abu Sa’id Al Khudry -radhiyallahu ‘anhu- berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)
Keempat, memelihara ruwiyah islamiyah (identitas masyarakat Islam) dan al-mazhar al-islami (penampilan Islam). Simbol-simbol keislaman harus dimunculkan, apakah yang bersifat fisik (bangunan masjid, mushola, madrasah, dll) atau aktivitas (pendidikan Islam, majelis ta’lim, dll).
Identitas dan penampilan ini juga hendaknya muncul dalam dandanan, pakaian, perhiasan, simbol-simbol, hiburan, dan berbagai bentuk penampilan fisik masyarakat. Termasuk pula dalam perilaku dan ucapan. Masyarakat harus senantiasa diarahkan untuk memiliki penampilkan yang islami dalam kehidupan keseharian, serta berbangga dengannya. Para muslimah berbangga dengan busana muslimah yang mereka kenakan. Anak-anak muda bangga dengan kesenian islami.
Idealnya simbol-simbol yang yang dimunculkan itu selaras pula dengan ‘urfil mujtama(tradisi masyarakat) yang tidak bertentangan dengan syariah Islam. Simbol mungkin bukan perkara yang harus dinomor satukan. Tapi ia penting untuk memelihara substansi, terlebih lagi jika simbol tersebut merupakan tuntutan syar’i.
Tiga Cita-cita Besar
Jadi, kita harus bekerja lebih keras lagi, karena di hadapan kita ada tiga cita-cita besar yang harus kita wujudkan:
1.      Cita-cita Dakwah
Kita mencita-citakan terwujudnya kehidupan islami yang menjadi rahmatan lil ‘alamin, yaitu kehidupan yang merujuk kepada nilai-nilai alqur’an dan sunnah. Kita pun mencita-citakan terwujudnya masyarakat yang islami, yaitu masyarakat yang berafiliasi secara ideologi kepada Islam; melakukan semua fardhu ‘ain di dalam keseharian mereka; dan menjaga diri dari dosa-dosa besar.
Untuk mencapai tujuan tersebut kita harus terus bekerja, menyampaikan dakwah dan tarbiyah islamiyah kepada masyarakat secara benar, jelas, utuh, dan menyeluruh; mendorong kebajikan di berbagai bidang kehidupan; memberantas kebodohan, kemiskinan, dan kerusakan moral; menghimpun jiwa dan menyatukan hati manusia di bawah naungan prinsip-prinsip kebenaran; mendekatkan persepsi antara madzhab-madzhab di kalangan umat Islam; memberi alternative solusi terhadap berbagai persoalan umat dan bangsa serta pembangunannya; membangun peradaban manusia atas dasar keseimbangan iman dan materi; memantapkan prinsip-prinsip Islam; mengokohkan arti beragama yang sebenarnya pada setiap pribadi dan keluarga, baik dalam ucapan maupun perbuatan; membina dengan cara yang benar sesuai dengan Alqur’an dan Assunah dalam hal aqidah, ibadah, akhlak, muamalah, ruhiyah, aqliyah dan jasmaniyah; meneguhkan arti ukhuwah yang sebenarnya, saling melindungi secara utuh, saling menolong secara penuh, hingga tercipta solidaritas social; melahirkan generasi baru yang memahami dan melaksanakan Islam secara baik, serta berperan di berbagai sector kehidupan.
2.      Cita-cita Politik
Cita-cita dakwah yang luhur tersebut membutuhkan penjaga, yaitu kekuatan politik. Dengan kekuatan inilah kita dapat mengaktualisasikan ajaran Islam secara maksimal. Mewujudkan rasa aman; melaksanakan undang-undang, meratakan pendidikan; menyiapkan kekuatan; memelihara kesehatan; menjaga kepentingan dan fasilitas umum; menjaga sumber daya alam dan mengelola kekayaan negara; mengokohkan moralitas; menebarkan dakwah.
Untuk mencapainya, gerakan dakwah harus melakukan musyarakah siyasiyah(partisipasi politik) dalam pemerintahan, dan diawali dengan upaya itsbatul wujud assiyasi (mengokohkan eksistensi politik). Dari waktu ke waktu eksistensi politik ini harus terus dikembangkan. Jika meneropong sejarah politik Islam di Indonesia, rekor terbesar yang pernah dicapai oleh partai-partai Islam adalah rekor Masyumi sebesar 20%. Ini merupakan tantangan besar bagi kita.
3.      Cita-cita Peradaban
Ini adalah implementasi dari apa yang disebut oleh Hasan Al-Banna sebagaiustadziyatul alam, yakni penegakan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero negeri. “Sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya untuk Allah”. (QS. Al-Baqarah, 2: 193). Maksud ayat ini adalah akan menjadi sangat hinanya kemusyrikan di muka bumi dan peribadatan kepada Allah semakin tinggi dan mulia. Tidak ada lagi kekhawatiran pada kita dalam menjalankan agama, tidak ada lagi basa-basi dan sembunyi-sembunyi dalam urusan agama. Karena dunia telah diwarnai dengan warna Islam, setelah sebelumnya dikotori filsafat materialisme yang didukung dua kekuatan utama untuk mempertahankan hegemoninya: senjata dan uang.
Marilah mengingat kembali janji Rasulullah saw kepada umat Islam. Abdullah bin Amru bin Ash mencatat hadits dari Rasulullah yang ditanya, “Kota mana yang akan lebih dahulu dibebaskan Islam, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Herakliuslah (Konstantinopel / Istambul) yang akan dibebaskan terlebih dahulu!”
Nubuwwah tersebut terbukti pada Abad  ke-9 Hijriyah, bertepatan dengan abad ke-15 Masehi. Tepatnya pada hari Selasa, 20 Jumadil Ula 857 H / 29 Mei 1453 M. Pembebasan Konstantinopel pada saat itu dipimpin oleh seorang Komandan muda Utsmani berusia 23 tahun yang bernama  Muhammad bin Murad atau dikenal juga dengan sebutan Muhammad Al-Fatih.
Saat ini kita masih menunggu nubuwwah kedua yaitu dibebaskannya Roma (Italia). Insya Allah di negeri ini pun sinar ajaran Islam akan memancar sempurna. Syaikh Yusuf Qaradhawy menduga pembebasan Roma ini akan terjadi dengan perantaraan pena dan diplomasi.
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. At-Taubah, 9: 32 – 33)
Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. At-Taubah, 9: 105)
Wahai para da’i, kerja kita belum tuntas!
Wallahu a’lam.

Maraji:
Memperjuangkan Masyarakat Madani, MPP PKS
Bingkai Dakwah di Jalur Politik, KH. Hilmi Aminuddin
Al-Fikr Al-Islamiy Al-Mu’ashir, DR. Musthafa Muhammad Thahhan
Menyongsong Mihwar Daulah, Cahyadi Takariawan
Dari Qiyadah untuk Para Kader, Anis Matta
Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 2, Ahmad Mushthafa Al-Maraqhi


[1] Penjelasan mengenai makna kata al-hukmu: Menurut makna bahasa, kata al hukmubermakna al qadla’ (keputusan). Sedangkan kata al haakim bermakna munaffidzul hukmi (pelaksana keputusan atau pemerintahan).

Adapun menurut istilah, kata al hukmu maknanya adalah sama dengan kata al mulkudan as sulthan. Yaitu, kekuasaan yang melaksanakan hukum dan aturan. Juga bisa disebut dengan aktifitas kepemimpinan yang telah diwajibkan oleh syara’ atas kaum muslimin.

Aktifitas kepemimpinan ini merupakan kekuasaan yang dipergunakan untuk menjaga terjadinya tindak kedzaliman serta memutuskan masalah-masalah yang dipersengketakan.

(Lihat: http://ahmadnaufa.wordpress.com/2010/04/18/struktur-pemerintahan-dalam-islam/)
http://intimagazine.wordpress.com/2011/01/05/kerja-kita-belum-tuntas/
sumber : 

6/09/2011 | Posted in , , , | Read More »

UNDANGAN Latihan Bersama Beladiri AIKIDO


Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu

UNDANGAN : Seminar/Latihan bersama Beladiri AIKIDO

bersama SENSEI Jimmy Akbar (Jakarta) dan SENSEI Herlian Akbar (Palembang)

Hari/Tanggal : Ahad, 12 Juni 2011
Waktu : Pukul 15.30-17.30
Tempat : GOR bulutangkis Masjid Al Ukhuwwah SAS (Sulit Air Sepakat)
Jl. Penyaringan Lemabang (Belakang PDAM Tirta Musi)

CP : Akh Agus (081273980011)
Akh Shomad (085378152633)
Akh Wardoyo (085380038311)
Akh Sulthoni (08527301910)
Ka' Iqbal (0711-7080060)

GRATIS bagi kader PKS.....Mohon Sebarkan !!!

NB : Peserta diharuskan berpakaian training

6/09/2011 | Posted in , , | Read More »

Ri’ayah Dakwah

Oleh: KH. Hilmi Aminuddin, Lc.
Untuk menjamin nishabul baqa (angka atau quota yang aman bagi eksistensi gerakan dakwah), qudratu ‘ala tahammul (kemampuan memikul beban / tanggung jawab), dan hayawiyatul harakah (dinamika gerakan); perlu dilakukan ri’ayah da’wah, yang meliputi:

Ri’ayah Tarbawiyah
Ini sangat penting sebagai basis dari sebuah program.  Sebuah recovery tarbiyyah. Walaupun kita juga harus tawazzun (seimbang), dalam arti, sering saya ingatkan bahwa kita ini harakah Islamiyah bukan harakah tarbawiyyah. Walaupun kita faham bahwa tarbiyah itu bukan segala sesuatu dalam jamaah ini—karena ia hanya juz’iyyatul ‘alal amal islami, tapi dia sangat menentukan segala sesuatu. Makanya jangan lalai dalam tarbiyah ini.  Saya pun bertanggung jawab jangan sampai terjadi tawaruth siyasi (larut dalam dunia politik).

Hasil tarbiyah ini jangan dibatasi manfaatnya menjadi tarbiyah untuk tarbiyah. Artinya moralitas, idealisme, dan semangat yang dihasilkan tarbiyah itu jangan hanya dirasakan ketika ia menjadi murabbi saja. Tapi harus dirasakan juga produk tarbiyah itu baik secara moralitas, idealisme, akhlak, hayawiyah, semangat ke dalam dunia politik. Aktif dalam sektor bisnis, eksekutif, budaya, sosial, dan peradaban; perasaan bahwa mereka juga harus merasakan tarbiyah. Jangan sampai produk-produk tarbawi hanya semangat ketika mentarbiyah saja. Ketika di dunia politik dia lesu, di dunia ekonomi memble, di dunia sosial kemasyarakatan ketinggalan, dalam seni budaya jauh di urutan ke berapa.

Tarbiyah harus bisa memacu, memberikan semangat, memberikan moralitas tinggi, idealisme tinggi dalam segala bidang. Itu sebetulnya sudah kita rasakan, dan semakin kita butuhkan ketika kita semakin besar. Jangan sampai potensi apa pun yang ada tidak mendapat sentuhan tarbawi tersebut. Jangan terjadi apa yang dinamakan al-izaaban  (pelarutan). Jangan sampai ketika aktif di bidang politik terjadi izaabatu syakhsiyyatul islamiyyah (pelarutan kepribadian islami), atau aktif di bidang ekonomi terjadi izaabatul akhlaqul islamiyyah. Pelarutan-pelarutan itu insya Allah tidak akan terjadi atau bisa diminimalisir jika tarbiyah kita konsisten.

Ri’ayah Ijtima’iyah
Kemampuan kita melakukan komunikasi sosial, baik dalam jama’ah sendiri atau juga di masyarakat, tahsinul ‘alaqotul ijtima’iyyah (perbaikan hubungan kemasyarakatan) ini sangat dibutuhkan dalam peran kita sebagai da’i.
 
Ri’ayah Tanzhimiyah
Jaringan struktur kita sebagai jalur komando harus solid. Agar cepat dan tepat, bisa menyalurkan program-program dari pusat sampai ke daerah-daerah.

Ri’ayah Iqtishadiyah
Ekonomi ini menjadi perhatian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (sesaat setelah hijrah-red) setelah membangun masjid. Masjid untuk membangun anfus (jiwa) dan pasar untuk membangun potensi amwal (harta), keduanya untuk wa jahidu bi amwalikum wa anfusikum.
Ekonomi kita masih berbasiskan ekonomi jaringan, belum berbasiskan ekonomi pasar. Yang dagang ikhwan dan akhwat, yang belanja juga ikhwan dan akhwat. Memang ekonomi jaringan itu nikmat, tapi sulit untuk menjadi besar, artinya ketemu pedagang sambil kangen-kangenan, tawar menawarnya juga enak. Dalam ekonomi kalau mau menjadi besar itu harus berbasiskan pasar.

Dalam ri’ayah iqtishadiyah, pelihara terus ekonomi jaringan, tetapi kembangkan menuju ekonomi pasar. Ekonomi jaringan itu menjadi basis ekonomi pasar. Jangan keasyikan berputar-putar di ekonomi jaringan, gak bisa besar. Sebab pasar kita terbatas. Coba hitung berapa persen kader kita yang menjadi pedagang, kemudian berapa komunitas kita yang jadi pasarnya. Apalagi kalau dibagi dengan jumlah pedagang yang berdagang dari halaqoh ke halaqoh, sehingga pembagian jumlah konsumen itu kecil.

Kita berada di negara yang pasarnya dipenuhi oleh negara-negara besar; Amerika, Eropa, Cina, dan Jepang berebut pasar Indonesia. Kenapa kita sebagai pemilik pasar tidak mendayagunakannya sebesar-besar manfaat dari pasar Indonesia ini. Pasar Indonesia ini pasar yang jika dilihat dari luas geografisnya—bahkan secara demografisnya lebih luas lagi—sama dengan London – Moskow.

Ri’ayah Siyasiyah
Komunikasi politik kita harus lebih baik antar partai-partai. Jangan ada hambatan-hambatan yang membuat komunikasi kita dengan mereka terputus. Terutama karena kita partai dakwah. Jangan ada komunikasi yang putus dengan siapa pun. PDIP mad’u (objek dakwah) kita, Golkar mad’u kita, bahkan PDS juga mad’u kita. Sebisa mungkin ada jalur komunikasi. Jika tidak ada komunikasi keumatan atau keislaman, maka bangun jalur kemanusiaan. Saya kira tidak ada partai yang anggotanya bukan manusia. Banteng simbolnya, tapi anggotanya tetap manusia.

Minimal hubungan kemanusiaan harus terbentuk dengan kelompok manapun. Ingat, seperti dulu saya tegaskan bahwa mihwar muassasi itu merupakan muqaddimah menuju mihwar dauli. Kalau kita sudah mencapai mihwar dauli, rakyat yang kita kelola itu dari beragam parpol, kelompok, dan agama; semuanya rakyat yang harus kita kelola. Harus kita layani. Jangan dibayangkan kalau sebuah partai dakwah berkuasa di sebuah negara, akan membumihanguskan golongan-golongan lain. Tidak! Karena khilafah fil ardhi, termasuk embrionya, mihwar daulah, itu juga mengemban misi rahmatan lil ‘alamin, bukan rahmatan lil mu’minin saja. Semua komponen bangsa harus menikmati kehadiran kita dalam sebuah daulah, minimal secara manusia. Terjamin hak-hak kemanusiaannya, termasuk hak-hak politiknya tidak akan diberangus. Kita akan memberikan space kepada siapa pun komponen bangsa ini—sudah tentu yang tidak bertentangan dengan konstitusi negara yang disepakati—agar mempunyai ruang hidup, baik secara politik, ekonomi, budaya, dan relijius.

Itu latihannya dari sekarang. Membangun komunikasi politik, budaya, bisnis, dan sosial dengan semua golongan, semua lapisan masyarakat, semua kelompok, semua komponen bangsa dari sekarang. Sehingga kita diakui, laik memimpin negara ini. Allahu Akbar! Insya Allah tidak lama lagi.

sumber : http://intimagazine.wordpress.com/2011/04/29/riayah-dakwah/

6/05/2011 | Posted in , , , | Read More »

Undangan MUKERCAB


Dewan Pengurus Cabang
Partai Keadilan Sejahtera
Kecamatan Plaju







UNDANGAN

Assalamualaikum wr.wb.

Segala puji bagi Allah SWT. Sholawat dan Salam atas Muhammad Rasulullah SAW dan Keluarganya.

Sehubungan akan diselenggarakannya MUKERCAB dan Pelantikan pengurus DPC dan DPRa PKS Plaju, dengan tema "Membangun Soliditas Kader dan Simpatisan". Yang Insya Allah akan dilaksanakan pada :

Hari          : Kamis, 2 Juni 2011
Waktu      : 08.00 sd 12.00 WIB
Tempat    : Rumah Ust. Salewangan, Lc (TKIT Salsabila / Samping SMAN 4 Palembang)

Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kehadiran akhi / ukhti untuk dapat hadir dalam kegiatan tersebut.

Demikian surat undangan ini kami sampaikan, dan atas kerjasama dan partisipasinya kami ucapkan Jazakumullahu Khoiron Katsiron.

Wassalamu 'alaikum wr.wb.

Mengetahui


Sulthoni
Ketua DPC PKS Plaju


Contact Person 085273019105

6/04/2011 | Posted in , , | Read More »

Partai Keadilan Sejahtera

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelumnya bernama Partai Keadilan (PK), adalah sebuah partai politik berbasis Islam di Indonesia. PKS didirikan di Jakarta pada 20 April 2002 (atau tanggal 9 Jumadil 'Ula 1423 H untuk tahun hijriah) dan merupakan kelanjutan dari Partai Keadilan (PK) yang didirikan di Jakarta pada 20 Juli 1998 (atau 26 Rabi'ul Awwal 1419 H).




Sejarah
Pada 20 Juli 1998 PKS berdiri dengan nama awal Partai Keadilan (disingkat PK) dalam sebuah konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Presiden (ketua) partai ini adalah Nurmahmudi Isma'il.
Pada 20 Oktober 1999 PK menerima tawaran kursi kementerian Kehutanan dan Perkebunan (Hutbun) dalam kabinet pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, dan menunjuk Nurmahmudi Isma'il (saat itu presiden partai) sebagai calon menteri. Nurmahmudi kemudian mengundurkan diri sebagai presiden partai dan digantikan oleh Hidayat Nur Wahid yang terpilih pada 21 Mei 2000. Pada 3 Agustus 2000 Delapan partai Islam (PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI, PSII 1905) menggelar acara sarasehan dan silaturahmi partai-partai Islam di Masjid Al-Azhar dan meminta Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen UUD 1945.

Akibat UU Pemilu Nomor 3 Tahun 1999 tentang syarat berlakunya batas minimum keikut sertaan parpol pada pemilu selanjutnya (electoral threshold) dua persen, maka PK harus mengubah namanya untuk dapat ikut kembali di Pemilu berikutnya. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Kehakiman dan HAM (Depkehham) di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah (setingkat Propinsi) dan Dewan Pimpinan Daerah (setingkat Kabupaten/Kota). Sehari kemudian, PK bergabung dengan PKS dan dengan penggabungan ini, seluruh hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya. Dengan penggabungan ini maka PK (Partai Keadilan) resmi berubah nama menjadi PKS (Partai Keadilan Sejahtera).


Setelah Pemilu 2004, Hidayat Nur Wahid (Presiden PKS yang sedang menjabat) kemudian terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004-2009 dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 - 29 Mei 2005 di Jakarta, Tifatul Sembiring terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2005-2010. Seperti Nurmahmudi Isma'il dan Hidayat Nur Wahid disaat Tifatul Sembiring dipercaya oleh Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Indonesia ke 6 sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Maka estafet kepemimpinan pun berpindah ke Luthfi Hasan Ishaq sebagai pjs Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro PKS II pada 16 - 20 Juni 2010 di Jakarta, Luthfi Hasan Ishaaq terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2010-2015.

6/02/2011 | Posted in , , , | Read More »

Blog Archive

Labels

Recently Commented

Recently Added